Rabu, 16 Januari 2013

BENCANA ALAM: BANJIR JAKARTA DAN SEJARAHNYA



Sejarah banjir Jakarta memang sangat panjang, secara geografis wilayah jakarta berada di bawah 2,5 meter permukaan laut. Hal ini menyebabkan potensi banjir akan selalu menghantui kota Jakarta. Secara toponimi banyak wilayah Jakarta bernama pulo, rawa dan setu hal ini dapat dikaitkan dengan tempat berkumpulnya air pada musim hujan. Sedangkan wilayah Jawa Barat diwilayah selatannya sangat banyak dijumpai wilayah bernama awalan Bojong (bahasa sunda) yang artinya dalam bahasa Indonesia adalah sumber mata air.

Catatan pertama perihal banjir Jakarta  terdapat pada Prasasti Tugu, prasasti yang berasal dari Kerajaan Tarumanagara. Prasasti tersebut isinya menerangkan penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati oleh Purnawarman pada tahun ke-22 masa pemerintahannya Abad Ke-5 Masehi. Penggalian sungai tersebut merupakan gagasan untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau.

 foto: sumber kompas.com 17/01/2013

Pada 1620 pemerintah VOC mulai memanfaatkan potensi banjir ini dengan membangun kanal-kanal yang lurus agar aliran  banjir dapat dengan cepat teralirkan ke laut. Kanal-kanal ini juga sangat membantu dalam perdagangan VOC. Karena indahnya kota Batavia para pedagang Internasional memberi nama sebutan Batavia Queen of The East untuk Batavia. Namun penataan ini tidak dilanjutkan ketika pemerintahan Napoleon Bonaparte 1808-1811 dan Perancis menggantikan posisi VOC di Batavia. Kanal-kanal yang sudah ada di urug dengan sisa-sisa pembongkaran Benteng Batavia.

Hal ini membuat aliran sungai menjadi terhambat yang menyebabkan timbulnya sumber penyakit seperti kolera dan malaria. Bencana epidemi ini memaksa pemerintah Belanda untuk membangun kota secara lebih luas ke selatan yang nantinya disebut sebagai Weltevreden, dengan Manggari sebagai batas akhirnya. Daerah ini cenderung lebih sehat dibandingkan dengan kota Batavia yang berpusat di Jakarta Utara. Namun Banjir besar di Jakarta tetap terjadi dan tercatat dalam sejarah pemerintahan Belanda yaitu pada tahun 1918. Hampir seluruh Jakarta terendam. Kala itu wilayah Jakarta masih belum seluas sekarang. Salah satu yang paling parah adalah kawasan Jalan Sabang, Jakarta Pusat.

 Pada saat pemerintahan Indonesia Sungai Ciliwung, sebagai sungai terbesar pengaruhnya terhadap wilayah Jakarta, dalam sejarahnya mempunyai interval banjir besar 50 tahunan sejak tahun 1800an sampai tahun 1914. Namun menjadi semakin pendek 10 tahunan pada periode 1915-1960an dan  pada periode selanjutnya 1960an sampai akhir tahun 1992 siklus banjir besar menjadi 5 tahunan. Pada masa sekarang di periode tahun 2000an siklus semakin pendek hingga di bawah 3 tahun sekali. Banjir besar tercatat diatas tahun 2000 adalah pada tahun 2004, 2007 dan sekarang 2013 yang selalu menimbulkan korban jiwa dan materi.

Rizky Afriono
Koordinator Nasional
Jaringan Info Bencana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar