Agaknya mendengar kata Depok Jawa Barat, kita tidak menyangka terdapat 33 titik banjir diwilayah ini, lebih banyak daripada titik banjir di Jakarta Utara. Mengapa Kota Depok yang mempunyai elevasi yang lebih tinggi daripada Jakarta, Tanggerang dan Bekasi dapat terimbas bencana alam seperti banjir. Banjir sebenarnya adalah siklus alam untuk mendorong atau mentransformasi unsur-unsur tanah kewilayah lainya. Pengendapan yang terjadi pada suatu sungai akan berkurang karena endapan tersebut akan terdorong ke muara dan menjadi delta oleh tenaga banjir.
Untuk wilayah pesisir barat pantai utara pulau Jawa dari Banten hingga Jawa Barat, cenderung pengendapan adalah membentuk daratan. Sedangkan tipe pantai dan sedimentasi dari Jawa Tengah hingga pertengahan Jawa Timur berpola mengikis daratan oleh efek imbas gelombang laut yang lebih besar daripada sedimentasi atau pembentukan delta (daratan).
Kembali ke Kota Depok, setelah dilakukan survey ternyata banjir di kota depok dapat di kategorikan menjadi tiga kelompok.
1. Banjir yang terjadi karena salah tata kelola DAS (daerah aliran sungai), warga masyarakat dibiarkan menghuni bahkan memiliki bangunan disekitar sempadan sungai. Hal ini dapat kita lihat di kelurahan kemirimuka dimana terdapat perumahan warga yang selalu terkena bencana banjir atau sekitar jembatan Jalan Baru.
2 Banjir yang diakibatkan dari tidak jalanya sistem konservasi situ, empang di Kota Depok, kita dapat melihat di Setu Pladen atau Setu Lio bagaimana setu mengalami pendangkalan akibat sampah dari penduduk atau memang terbawa dari sumber air yang mengisi situ tersebut dan sedikit sekali mengalami pengerukan yang rutin.
3. Banjir akibat kenaikan permukaan jalan, dimana setiap tahun selalu ada perbaikan jalan. Perbaikan jalan ini apabila sudah dilakukan selama bertahun-tahun menyebabkan ketingian muka jalan yang awalnya sama dengan halaman rumah warga, lambat laun menjadi lebih tinggi hal ini merupakan hal utama penyebab banjir, warga mengangap ini sebagai kutukan, karena setiap hujan pasti air dari jalanan akan melimpah dan memasuki halaman rumah yang memang sudah tidak ada lagi tanah serapan. Hal ini dapat kita lihat di kelurahan Beji, sekita pagar kuning Kampus Universitas Indonesia.
Koordinator Nasional
Jaringan Info Bencana
Rizky Afriono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar