Minggu, 07 Oktober 2012

Prinsip Dasar Peringatan Dini dan Kesiapsiagaan Berbasis Masyarakat

Seiring meningkatnya intensitas dan frekuensi berbagai ancaman bencana
yang terjadi di Indonesia, kesiapsiagaan perlu didorong agar dalam meng-
hadapi situasi darurat masyarakat dapat berperan maksimal sesuai dengan
kapasitas dan tanggungjawabnya. Hal ini mengingat masyarakat tidak selalu
menerima peringatan dini yang dikeluarkan oleh lembaga terkait. Kebijakan
pencegahan terlalu penting jika hanya diserahkan kepada pemerintah atau
lembaga internasional saja (Ko Annan, 1999).

Masyarakat diharapkan dapat memanfaatkan sarana yang ada diseki-
tarnya sebagai sumber informasi dan komunikasi. Walaupun sesungguhnya
masyarakat sebagai sumber informasi dan komunikasi. Walaupun sesung-
guhnya masyarakat telah memiliki pengetahuan dan kearifan lokal tentang
gejala alam sebagai tanda-tanda akan terjadinya suatu bencana. Pengeta-
huan akan gejala alam tersebut sangat diperlukan, karena merupakan salah
satu bentuk peringatan dini bagi masyarakat untuk dapat melakukan tin-
dakan penyelamatan diri.

Dalam pengantar \Pedoman WMO pada Praktek Pelayanan Cuaca Pu-
blik" dinyatakan bahwa peringatan dini hanya apabila diterima, dipahami,
dipercaya, dan ditindaklanjuti.

1.Diterima: Mudah diakses masyarakat;
2.Dipahami: Pesan yang disampaikan harus jelas, padat, disajikan sesuai
dengan konteks social dan budaya setempat;
3.Dipercaya: Pesan dikeluarkan oleh pihak-pihak yang berwenang dan me

sumber: Pedoman Sistem Peringatan Dini Berbasis Masyarakat, hal 1 BNPB, 2012

Senin, 03 September 2012

SEGITIGA API VS SEGITIGA KEBAKARAN HUTAN

Api adalah titik tolak kemajuan manusia, sejak puluhan ribu tahun yang lalu manusia telah mengenal api dari alam. Kemungkinan besar manusia moderen pertama kali mengenal api berawal dari kebakaran savana di Benua Afrika. Memang secara alamiah api dapat tercipta dari sambaran kilat, gesekan kayu kering, gesekan batu saat terjadi longsor bahkan dari letusan gunung berapi dimana magma keluar menjadi lahar yang akhirnya membakar semua jenis unsur alam yang dilewatinya

Semenjak manusia mampu mengendalikan api, kebudayaan manusia menjadi semakin berkembang, dari terbukanya lahan-lahan pemukiman dengan menggunakan metode pembakaran hutan, mendorong kemajuan lainya. Pertama dari pola makan manusia menjadi lebih beragam, keberagaman cara mengolah bahan makanan ini adalah cikal bakal kemajuan manusia. Karena pengetahuan manusia akan rasa makanan mendorong manusia untuk terus menerus bereksperimen dalam  hal lainya.

Manusia dapat mengendalikan api karena terdapat 3 syarat yang telah diketahui manusia, pertama api dapat muncul akibat adanya panas pada tahap ini manusia sudah mengenal berbagai macam cara membuat panas. Syarat kedua manussia telah mengetahui bahan-bahan apa yang mudah terbakar dan tidak mudah terbakar dan syarat terakhir adalah udara dimana sudah sejak lama menusia mengetahui bahwa udara sangat berkaitan dengan padam atau nyalanya api.

Apa hubungan antara Segitiga Api dengan Segitiga Kebakarann Hutan, dalam segitiga api ada syarat-syarat dalam terciptanya api. Api dapat dikendalikan karena manusia mengetahui cara membesarkan atau mengecilkan api bahkan mematikanya. Kemajuan manusia semakin cepat dalam 200 tahun terakhir. Kebakaran hutan alami yang terjadi pada masa lampau sudah tidak mendominasi karena digantikan dengan kebakaran hutan yang terjadi karena kesengajaan manusia. Hanya berkisar 1 % kebakaran hutan yang terjadi di belahan dunia berasal secara alamiah.

Segitiga Api yang telah lama di ketahui nenek moyang manusia, pada masa sekarang beralih kepada Segitiga Kebakaran Hutan. Apa itu Segitiga Kebakaran Hutan, adalah diagram yang menggambarkan syarat apa saja yang dapat mengendalikan kebakaran hutan. Ekonomi dapat dianalogikan sebagai panas, pemerintah dapat dianalogikan sebagai udara dan masyarakat dapat dianalogikan sebagai bahan bakar.

Ekonomi pada abad ini adalah faktor utama dalam perusakan alam yang dilakukan manusia, motif ekonomi sangatlah krusial. Dimana apabila terdapat sumber daya alam maka motif mencari keuntungan dengan memanfaatkanya adalah sesuatu yang muskil untuk dihentikan. Pada area yang mempunyai sumber daya alam yang melimpah seperti hutan, sungai, tundra, bahkan daerah yang tertutup salju abadi tidak luput dari eksploitasi manusia.

Manusia yang berada disekitar areal hutan atau  disebut sebagai masyarakat, akan menfaatkan sumberdaya hutan. Konsep hutan sebagai sumber plastma nutfah bergeser menjadi  konsep  ruang dimana  hutan dianggap sebaga ruang baru yang dapat dimanfaatkan untuk pertanian, pertambangan, pemukiman dan sebagainya adalah sesuatu yang harus diluruskan oleh pemerintah. Apabila pemerintah mampu membuat aturan-aturan yang  tegas dengan tetap dapat mengakomodir motif ekonomi masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya hutan.

Rabu, 29 Agustus 2012

KEBO GERANG / AIR BAH CILIWUNG

Di daerah Depok, khususnya daerah sekitar aliran Sungai Ciliwung, sangat terkenal istilah air bah. Apalagi disaat musim hujan, rasanya orang tua banyak merasa was-was bila anak-anaknya belum pulang hingga sore hari. Rasa tersebut sangat wajar karena anak-anak kecil sering bermain di sungai tanpa memperhatikan bahaya-bahaya yang ada, salah satunya adalah air bah, yang biasanya terjadi pada waktu sore hari di musim hujan.

Pada masa lalu menurut cerita orang-orang tua, air bah biasanya ditandai dengan hadirnya kerbau-kerbau yang berlari pontang-panting di Sungai Ciliwung. Hal ini mungkin terjadi dikarenakan kepekaan hewan dalam membaca kondisi perubahan alam lebih baik dari manusia. Ada satu bantaran sungai ciliwung di kota Depok, terkenal dengan daerah kebo gerang, karena pada masa lalu banyak kerbau yang mati tenggelam di daerah ini pada saat terjadinya air bah.

Mungkin pada masa lalu masyarakat memperhatikan perilaku kerbau apabila akan terjadinya air bah, namun pada masa sekarang di Kota Depok sudah tidak ada lagi kerbau yang biasa di mandikan di tepi sungai.

Early Warning Sytem adalah istilah yang populer pada masa kini, dalam hal untuk mencegah terjadinya korban air bah sistem ini dapat diadopsi , sistem peringatan dini dapat berjalan efektif apabila informasi potensi bencana dapat diketahui masayarakat tanpa adanya hambatan (Zero Barrier). Oleh karena itu hal yang harus diperhatikan masyarakat adalah mencatat no kontak Pos Jaga Pintu Air Katu Lampa yang ada di Kota Bogor, serta Pos Pengamatan Ketinggian Air yang ada di Kota Depok. Dua instrumen ini seharusnya menjadi no telepon penting yang di pegang oleh setiap warga yang berada di sekitar bantaran Sungai Ciliwung Kota Depok. Serta pemerintah terus mengembangkan berbagai media seperti call center, web, portal, twitter dan berbagai media lainya. Hal ini sangat penting untuk mempercepat arus informasi terutama informasi bencana yang sangat dibutuhkan ketepatan, keakuratan dan ketepatanya.

Senin, 27 Agustus 2012

Daerah Rentan Bencana Menjadi Daerah Rawan Bencana

Bencana alam adalah sesuatu yang sudah sangat umum kita dengar akhir-akhir ini seakan kata-kata tersebut menjadi sebuah momok yang menakutkan. Terkadang apa yang kita sebut sebagai bencana sebenarnya hanyalah reaksi alam untuk menyeimbangkan ke kondisi semula. Pembentukan bumi baik dari luar (eksogen) dan dari sisi dalam (endogen) merupakan hal yang membuat bumi kita selalu bergerak, berubah dan bervitalitas tinggi.
Kita ambil contoh banjir besar Jakarta sebagai siklus 5 tahunan, apabila kita memahami siklus ini dari catatan sejarah dan kearifan masyarakat sekitar sungai-sungai yang mengalir ke Jakarta, pastinya kita dapat melakukan pencegahan dalam menghadapi siklus tersebut agar tidak terjadi bencana.
Jakarta memang daerah rentan bencana, namun perubahan secara bertahap status menjadi daerah rawan bencana adalah sebuah pertanyaan. Mengapa hal itu bisa terjadi, pertama Jakarta memang wilayah dataran rendah dengan banyak bentang alam banyak cekungan seperti empang, rawa, danau dan sungai. Pada masa lalu sejak zaman VOC daerah Jakarta dianggap sebagai daerah rentan bencana karena berlokasi di daerah yang kemungkinan besar suatu hari akan tertimpa bencana alam terutama banjir.

Sekarang Jakarta menjadi daerah rawan bencana banjir, hal tersebut diakibatkan karena kita tidak dapat mengelola kondisi alam sekitar dengan baik, penyempitan DAS dari hulu, zona bersih, zona pertengahan, hingga hilir. Hal ini memperlihatkan Jakarta dan daerah sekitarnya seperti Puncak, Bogor dan Cianjur sebagai daerah yang kurang beradaptasi terhadap siklus sungai.
Kita ambil contoh lain, Aceh sebagai daerah yang pernah diterjang tsunami pada tahun 2004 adalah daerah rentan bencana, dimana bahaya tsunami akan terus mengintai wilayah tersebut secara periodik. Apabila masyarakat daerah tersebut tidak beradaptasi dengan siklus potensi tsunami yang meliputi daerah utara dan pesisir barat Pulau Sumatra, maka status daerah tersebut akan menjadi daerah rawan bencana.
Pelestarian terumbu karang, hutan bakau, dan rencana tata kota pesisir yang baik adalah salah satu solusi hidup di wilayah rentan bencana, apabila kita tidak mampu beradaptasi maka, bencana akan terjadi terus menerus sehingga tidak lagi rentan tetapi menjadi rawan.


Jangan menilai bencana alam karena kita  berada di wilayah yang sering terjadi bencana alam , tetapi semua itu tergantung  sikap kita dalam memahami alam di sekitar kita.