Rabu, 29 Agustus 2012

KEBO GERANG / AIR BAH CILIWUNG

Di daerah Depok, khususnya daerah sekitar aliran Sungai Ciliwung, sangat terkenal istilah air bah. Apalagi disaat musim hujan, rasanya orang tua banyak merasa was-was bila anak-anaknya belum pulang hingga sore hari. Rasa tersebut sangat wajar karena anak-anak kecil sering bermain di sungai tanpa memperhatikan bahaya-bahaya yang ada, salah satunya adalah air bah, yang biasanya terjadi pada waktu sore hari di musim hujan.

Pada masa lalu menurut cerita orang-orang tua, air bah biasanya ditandai dengan hadirnya kerbau-kerbau yang berlari pontang-panting di Sungai Ciliwung. Hal ini mungkin terjadi dikarenakan kepekaan hewan dalam membaca kondisi perubahan alam lebih baik dari manusia. Ada satu bantaran sungai ciliwung di kota Depok, terkenal dengan daerah kebo gerang, karena pada masa lalu banyak kerbau yang mati tenggelam di daerah ini pada saat terjadinya air bah.

Mungkin pada masa lalu masyarakat memperhatikan perilaku kerbau apabila akan terjadinya air bah, namun pada masa sekarang di Kota Depok sudah tidak ada lagi kerbau yang biasa di mandikan di tepi sungai.

Early Warning Sytem adalah istilah yang populer pada masa kini, dalam hal untuk mencegah terjadinya korban air bah sistem ini dapat diadopsi , sistem peringatan dini dapat berjalan efektif apabila informasi potensi bencana dapat diketahui masayarakat tanpa adanya hambatan (Zero Barrier). Oleh karena itu hal yang harus diperhatikan masyarakat adalah mencatat no kontak Pos Jaga Pintu Air Katu Lampa yang ada di Kota Bogor, serta Pos Pengamatan Ketinggian Air yang ada di Kota Depok. Dua instrumen ini seharusnya menjadi no telepon penting yang di pegang oleh setiap warga yang berada di sekitar bantaran Sungai Ciliwung Kota Depok. Serta pemerintah terus mengembangkan berbagai media seperti call center, web, portal, twitter dan berbagai media lainya. Hal ini sangat penting untuk mempercepat arus informasi terutama informasi bencana yang sangat dibutuhkan ketepatan, keakuratan dan ketepatanya.

Senin, 27 Agustus 2012

Daerah Rentan Bencana Menjadi Daerah Rawan Bencana

Bencana alam adalah sesuatu yang sudah sangat umum kita dengar akhir-akhir ini seakan kata-kata tersebut menjadi sebuah momok yang menakutkan. Terkadang apa yang kita sebut sebagai bencana sebenarnya hanyalah reaksi alam untuk menyeimbangkan ke kondisi semula. Pembentukan bumi baik dari luar (eksogen) dan dari sisi dalam (endogen) merupakan hal yang membuat bumi kita selalu bergerak, berubah dan bervitalitas tinggi.
Kita ambil contoh banjir besar Jakarta sebagai siklus 5 tahunan, apabila kita memahami siklus ini dari catatan sejarah dan kearifan masyarakat sekitar sungai-sungai yang mengalir ke Jakarta, pastinya kita dapat melakukan pencegahan dalam menghadapi siklus tersebut agar tidak terjadi bencana.
Jakarta memang daerah rentan bencana, namun perubahan secara bertahap status menjadi daerah rawan bencana adalah sebuah pertanyaan. Mengapa hal itu bisa terjadi, pertama Jakarta memang wilayah dataran rendah dengan banyak bentang alam banyak cekungan seperti empang, rawa, danau dan sungai. Pada masa lalu sejak zaman VOC daerah Jakarta dianggap sebagai daerah rentan bencana karena berlokasi di daerah yang kemungkinan besar suatu hari akan tertimpa bencana alam terutama banjir.

Sekarang Jakarta menjadi daerah rawan bencana banjir, hal tersebut diakibatkan karena kita tidak dapat mengelola kondisi alam sekitar dengan baik, penyempitan DAS dari hulu, zona bersih, zona pertengahan, hingga hilir. Hal ini memperlihatkan Jakarta dan daerah sekitarnya seperti Puncak, Bogor dan Cianjur sebagai daerah yang kurang beradaptasi terhadap siklus sungai.
Kita ambil contoh lain, Aceh sebagai daerah yang pernah diterjang tsunami pada tahun 2004 adalah daerah rentan bencana, dimana bahaya tsunami akan terus mengintai wilayah tersebut secara periodik. Apabila masyarakat daerah tersebut tidak beradaptasi dengan siklus potensi tsunami yang meliputi daerah utara dan pesisir barat Pulau Sumatra, maka status daerah tersebut akan menjadi daerah rawan bencana.
Pelestarian terumbu karang, hutan bakau, dan rencana tata kota pesisir yang baik adalah salah satu solusi hidup di wilayah rentan bencana, apabila kita tidak mampu beradaptasi maka, bencana akan terjadi terus menerus sehingga tidak lagi rentan tetapi menjadi rawan.


Jangan menilai bencana alam karena kita  berada di wilayah yang sering terjadi bencana alam , tetapi semua itu tergantung  sikap kita dalam memahami alam di sekitar kita.