Jumat, 26 September 2014

Siklus Bencana dan Banjir Jakarta

Siklus Bencana dan Banjir Jakarta

Istilah siklus bencana sebenarnya tidak merujuk kepada bencana yang pasti akan berulang karena sebenarnya bencana itu bersifat unik dan ada kemungkinan tidak terjadi kembali. Seperti diketahui alam memiliki bahaya objektif, seperti sungai kemungkinan besar menyimpan bahaya yang dapat membuat bencana alam banjir. Analisis akan bencana sangat perlu untuk meminimalisir kerugian yang kemungkinan terjadi di kemudian hari, sejarah bencana berupa data tertulis atau ingatan masyarakat adalah salah satu alat analisis bahaya menggunakan data sejarah. Seperti bencana banjir Sungai Ciliwung dilihat dari sejarah banjir Jakarta sejak masa kolonial hingga masa sekarang, selain itu wawancara mendalam terhadap suatu masyarakat dapat menggali info mengenai banjir Jakarta, misal istilah 'Kebo Gerang' yang dipakai masyarakat Kota Depok untuk mengambarkan tanda-tanda Sungai Ciliwung akan meluap. Bantuan ilmu pengetahuan berupa metereologi, hidrologi dapat membantu analisis tentang peiodisasi kapan meluapnya Sungai Ciliwung. 

Masyarakat yang tinggal di Sungai Ciliwung mempunyai kerentanaan tertingi terhadap bencana banjir adalah masyarakat yang tinggal disekitar zona terdampak, kerentanan akan semakin tinggi apabila rumah yang digunakan tidak beradaptasi dalam menghadapi banjir. Masyarakat yang tinggal disekitar Sungai Ciliwung yang berpengalaman menanggulangi bencana banjir akan menurunkan kerentanannya terhadap bencana banjir. Disinilah peran pemerintah dalam melakukan mitigasi yaitu dengan pembuatan aturan rencana tata ruang dan wilayah  (RTRW) serta penegakannya. Mitigasi sebenarnya adalah pengurangan kerugian akibat terjadinnya bencana, seperti pemindahan lokasi pemukiman masyarakat yang berada di zona terdampak banjir.


Sumber: Power Point Sugeng Triutomo (Dosen Tetap Universitas Pertahanan Indonesia)




Kesiapsiagaan dalam ilmu manajemen biasa merujuk kepada tanggap darurat sebuah operasi militer selain perang. Kesiapsiagaan dalam hal bencana di Indonesia sangatlah unik karena sistem pertahanan Indonesia pada dasarnnya berbasis kepada kekuatan semesta semua komponen bangsa. Peningkatan kesadaran masyarakat dalam menghadapi bencana banjir, pada dasarnya memperkuat ketahanan nasional Indonesia, peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesiapsiagaan adalah hal yang utama, misal dalam menanggapi bencana banjir Ibu Kota Jakarta. Penyebaran informasi sangatlah penting namun harus didukung prediksi yang tepat, misal data prediksi banjir Jakarta, pada saat ini semestinya sudah sangat akurat dan memiliki ketepatan yang dapat diandalkan.

Tahap tanggap darurat dapat berupa pencarian informasi yang akurat, hal ini diperlukan untuk mengetahui apa saja kebutuhan dan apa saja kerusakan yang telah terjadi. Semisalnya banjir Jakarta berapa luas wilayah terdapampak banjir, daerah mana yang paling parah kerusakaanya dan kebutuhan apa yang dibutuhkan setiap titik banjir, pembagian titik ini berguna untuk mempermudah penyebaran logistik dengan tepat dan akurat agar tidak terjadi kesalahan pendistribusian logistik kepada tempat yang salah atau mungkin kurang dibutuhkan. Tahap rehabilitasi dan rekontruksi semisal banjir Jakarta sebenarnya dapat dilihat dari dua sudut pandang, pertama sudut pandang negatif terhadap bencana, dimana bencana dipandang menimbulkan kerusakan infrastruktur namun dari sisi positif dapat dilihat bencana banjir Jakarta sebagai tahap awal untuk menata kembali tata kota dengan melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan agar dapat mengurangi faktor-faktor penyebab banjir. 



Rizky Afriono
Kordinator Nasional Jaringan Info Bencana

Selasa, 16 September 2014

Aktifnya Gunung Selamet dan Kesiapsiagaan

Salam Jinben 

Pada minggu-minggu ini kita di kejutkan dengan aktifnya Gunung Selamet (3.428 m), salah satu gunung vulkanis tertinggi kedua di  Pulau Jawa. Pemberian nama Selamet kepada Gunung ini kemungkinan dikarenakan Gunung ini selalu memberikan kelimpahan kesuburan bagi lahan pertanian penduduk sekitar. Catatan vulkanologis pertama kali perihal status Gunung Selamet berawal pada tahun 1772 M, dalam rentang waktu (1772-2014) 242 tahun Gunung Selamet memiliki catatan keaktifan sebanyak 42 kali.  Tipe keaktifan terbanyak Gunung Selamet adalah letusan abu, hal inilah yang menjadikan daerah kaki Gunung Selamet menjadi lahan yang subur bagi pertanian.


sumber foto article.wn.com 17092014: 10.33

Gunung Selamet masuk kedalam Tipe A yang berarti pernah mengalami letusan yang bersifat magmatik dengan titik pencatatan tahun 1600 M. Gunung Tipe A ini sebenarnya banyak sekali di Indonesia, terdapat puluhan gunung berapi yang membuat rangkaian pegunungan dari Aceh hingga Kepulauan Banda. Ketanggapan bencana dalam menghadapi gunung berapi Tipe A sangat diperlukan karena mungkin saja kembali terjadi letusan magmatik yang menimbulkan bencana besar.

Potensi bencana yang lebih dominan adalah gunung berapi tipe B dan C dimana kegiatan vulkanologis sudah mulai melemah dan mengurangi kewaspadaan kita dalam menghadapinya. Bencana alam dalam peradaban manusia sering terjadi bukan karena kita terlambat meramalkan atau memprediksi siklus alam, namun lebih kepada kelengahan kita akan selalu waspada dan mengamati gejala-gejala disekitar lingkungan kita. Pengetahuan dasar kesiapsiagaan dan ketanggapan bencana adalah kunci dalam mengurangi korban apabila suatu bencana alam terjadi dalam sebuah masyarakat. Karena dalam sebuah bencana terdapat bahaya yang sifatnya tidak pasti dan sulit diprediksi.


Rizky Afriono

Kordinator Nasional Jaringan Info Bencana