Sabtu, 16 Februari 2013

FOGGING MELAWAN DEMAM BERDARAH HANYA SEKEDAR PEMBERANTASAN



Bencana Epidemi seperti demam berdarah, begitu meresahkan masyarakat, epidemi ini akan muncul disaat musim pancaroba dari musim hujan menuju masa musim kering. Hal ini terjadi karena intensitas hujan sudah mulai berkurang debit air berkurang sehingga menyebabkan banyak air tergenang.  Keadaan seperti ini mengakibatkan jentik-jentik nyamuk akan tumbuh dengan subur. Persepsi masyarakat mengenai pemberantasan jentik nyamuk aides aigepty dengan melakukan fogging tidak akan berhasil secara sempurna. Banyak masyarakat berkeluh kesah bahwa hasil dari fogging tidak maksimal atau obat foggingnya kurang ampuh.

Sebenarnya fogging dilakukan, secara prosedural apabila disuatu wilayah menerima laporan terdapat warga yang tejangkit demam berdarah. Maka dinas kesehatan akan segera melakukan prosedur fogging, namun perlu dipahami bahwa fogging hanya sebatas pemberantasan nyamuk saja. Faktor pencegahan lebih penting dalam mengurangi dampak bencana epidemi demam berdarah. Cara pencegahan yang paling efektif adalah mengajak seluruh warga untuk lebih perhatian kepada lingkungan sekitar, terutama tempat-tempat umum yang mungkin menjadi tempat air tergenang, gerakan 3 M yang dicanangkan pemerintah (menguras bak mandi, menutup tempat penampungan air, dan mengubur barang-barang bekas) adalah langkah konkrit dalam menghadapi bencana epidemi demam berdarah dengan peran serta kesadaran masyarakat.


Rizky Afriono
Koordinator Nasional
Jaringan Info Bencana

Senin, 11 Februari 2013

BENCANA EPIDEMI: VIRUS ANTRAX (Di Musim Kemarau) DAN SWASEMBADA SAPI

Sobat
Jaringan Info Bencana

Bencana Epidemi pada saat sekarang ini adalah suatu tantangan bagi bangsa Indonesia, dimana saat pemerintah dengan kebijakannya yang tidak mendukung peternak hewan berkuku keras (sapi, kambing, dsb) menyebabkan pola pembudidayaan ternak hanya sebatas tabungan para petani bukan sebagai industri peternakan, maka kedaulatan ekonomi Indonesia sekali lagi di gempur oleh negara lain yang sudah lama mengembangkan industrialisasi peternakan.

Virus Antrak mudah berkembang pada musim kemarau, karena tingkat stress hewan pada musim ini sangat tinggi. Di awali dengan sulitnya mendapatkan cadangan makanan dan air yang berlimpah. Apabila pemerintah sekali lagi tidak tanggap dengan epidemi antrax ini yang kemungkinan besar akan mewabah di musim kemarau nanti, maka peternak sapi akan sangat dirugikan.

Peran pemerintah untuk mencegah penyebaran bencana epidemi virus antrax harus segera dilaksanakan, pertama melakukan sosialisasi yang masif kepada para peternak sapi, kedua melakukan penghancuran sapi yang terjangkit dengan ganti rugi kepada peternak dan pemberian bibit ternak secara gratis. Jangan sampai terjadi bangkrutnya ratusan peternak sapi dibogor pada tahun 2012 hanya karena mahalnya biaya kesehatan hewan ternak yang sampai jutaan rupiah terjadi kembali.



Rizky Afriono
Koordinator Nasional 
Jaringan Info Bencana


Minggu, 03 Februari 2013

BENCANA EPIDEMI: Flu Burung Sebuah Bencana Yang di Cipta



































Bila mendengar virus H5N1 pasti kita akan mengingat akan bencana epidemi flu burung yang pernah melanda Indonesia pada tahun 2006. Mengapa pada abad-abad modern ini berbagi jenis virus baru tumbuh dan berkembang dengan begitu pesat dan pengaruhnya kepada kehidupan bermasyarakat sangat mengkhuatirkan  sekaligus meresahkan. Selama beratus-ratus  tahun bahkan ribuan tahun nenek moyang manusia sudah mulai mencoba mendosemetikasian binatang liar sebagai bahan makanan hewani. Salah satunya jenis unggas. Secara ilmu pengetahuan penyakit yang terdapat pada unggas, sangat kecil akan tertular kepada manusia karena perbedaan kromosom yang signifikan. Oleh karena itu, penyakit tetelo pada unggas tidak dapat menular kepada manusia.

Namun mengapa flu burung dapat tercipta, hingga sekarang di kalangan para ahli masih memperdebatkanya. Flu ini sangat berbeda dengan virus yang biasa menyerang unggas, perbedaan yang paling menggemparkan dunia adalah, virus ini dapat menular kepada manusia. Hal ini bagaikan sebuah bola salju, permasalahan yang dihadapi manusia semakin kompleks, karena pola konsumsi dan  budaya yang telah berkembang selama ribuan tahun untuk mendosmetikasi unggas, tiba-tiba harus mulai ditata dengan sangat hati-hati. Berbagai prosedur yang terbilang cukup rumit harus mulai di adopsi masyarakat seluruh dunia dalam memelihara unggas.

Agaknya kedepan manusia akan terus banyak menemukan tantangan menghadapi bencana epidemi yang tidak terduga-duga.  Virus-virus baru pun terus bermunculan dengan sebuah tanda tanya besar, pengetahuan yang ada pada saat ini hanya berada pada posisi preventif penyebaran sebuah virus (epidemi) tanpa bisa mengetahui bagaimana virus-virus tersebut dapat tercipta. Alam akan selalu berubah dan itu menuntut  ilmu pengetahuan manusia untuk menjawabnya.

Rizky Afriono
Koordinator Nasional
Jaringan Info Bencana